MAKALAH
“JENIS TEORI BELAJAR”
Mata Kuliah: Menulis Buku
Teks 2
Dosen Pengajar :Dr. Noor
Cahaya, M.Pd

Disusun
Oleh kelompok 4
Debi
Sugiawati A1B115201
Muhammad
Rafi A1B115215
Ikhwannudin
Abdilah AB115212
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang membahas Tentang “Teori Belajar” meskipun
bentuknya sangat jauh dari kesempurnaan, selanjutnya salawat dan salam kami
kirimkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW Sebagaimana beliau telah mengangkat
derajat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang
benderang.
Dan juga kami
berterimakasih kepada ibu Dr. Noor Cahaya, M,Pd selaku dosen mata kuliah “Menulis Buku Teks
2”
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap
makalah ini dapat dipergunakan dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kepada pembaca. kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah
yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah kami susun
ini dapat berguna baik untuk kami maupun bagi orang lain yang membacanya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.................................................................................................i
DAFTAR ISI
..............................................................................................................ii
PENDAHULUAN.......................................................................................................1
Teori
Belajar
...................................................................................................1
Behaviorisme
............................................................................................1
Kongnitivisme
..........................................................................................2
Konstruktivisme
........................................................................................5
PENUTUP
.................................................................................................................7
Simpulan
.........................................................................................................7
DAFTAR FUSTAKA
................................................................................................8
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan
sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan
pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat
perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia
(Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika
belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori
belajar. Teori belajar adalah upaya
untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita
memahami proses kompleks inheren pembelajaran.
Ada tiga kategori utama atau kerangka
filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme,
teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus
pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui
perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan
konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun
atau membangun ide-ide baru atau konsep.
B.
Rumus Masalah
a.
Apa
yang di maksud dengan behaviorisme?
b.
Apa
yang di maksud dengan kongnitivisme?
c.
Apa
yang di maksud dengan konstruktivisme?
C.
Tujuan
Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas untuk
mengetahui:
a.
Behaviorisme
b.
Konitivisme
c.
konstruktivisme
PEMBAHASAN
A.
Teori
belajar
Sudah lam apara ahli psikologi mengamati, mempelajari, dan melakukan
penelitian bagaiman sesungguhnya manusia belajar. Penelitian yang dilakukan
menghasilkan berbagai teori yang kalau dikategorikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga. Aliran/paham besar, yakni: (1)
behaviorisme (2) kongnitivisme dan (3)
konstruktivisme. Masing-masing aliran melakukan opendekatan yang berbeda
sehingga menghasilkan teori dan model belajar yang berbeda pula. Namun, perlu dipahami bahwa sungguhpun aliran
dan teori itu berbeda, satu sam lain saling melengkapi. Teori beljar berikut
ini diawali dengan behaviorisme kemudian kongtivisme, dan terakhir
konstruktivisme.
1.
Behaviorisme
Teori behaviorisme berpendapat bahwa belajar
merupakan perubahan perilaku yang menetap sebagai hasil dari pengalaman.
Penekanan teori belajar menurut paham ini adalah perubahan perilaku yang nyata
dan dapat diukur, sedangkan pengalaman yang dimaksud adalah proses pemberian
rangsangan (stimulus) dari yang membelajarkan dan tanggapan (respons) dari yang
belajar. Rangsangan yang dimaksud dapat dalam bentuk bahan pelajaran tanggapan,
yaitu perubahan perilaku yang beljar memenuhi tujuan beljar yang dirumuskan
sebelumnnya.
Perubahan
perilaku dalam aliran behaviorisme dapat terjadi melalui trial and error. Guru
memberikan masalah untuk dipecahkan dan siswa melalui berbagai cara yang
dicoba-coba berusaha menemukan cara yang tepat menyelesaikan masalah itu. Agar
proses beljar memperhatikan kemampuan dan gaya belajar siswa, guru tidak
melakukan pembatasan dan banyal intervensi terhadap siswa dalam mencari cara
pemecah masalah. Belajar berbasis masalah merupajan salah satu bentuk belajar
yang didasari oleh teori ini.
Dalam
bentuk lain, teori belajar aliran behaviorisme ini dipakai untuk tujuan belajar yang memberikan
pembatasan perilaku siswa terhadap rangsangan yang diberikan. Misalnya, dalam olahraga, terdap aturan-aturan yang
membatasi perilaku siswa. Contoh lain, dalam mata pelajaran keterampilan yang
bersifat prosedural, siswa harus mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan dan
tidak boleh membuat perubahan.
Menurut teori belajar behaviorisme,
retensi perubahan perilaku dalam proses belajar dipengaruhi oleh penguatan yang
diterima oleh siswa. Penguatan itu dapat berupa umpan balik dari perubahan perilaku
itu sendiri, seperti manfaat/hasil positif
atau
kerugian/hasil negatif yang diperboleh. Semakin tinggi manfaat atau kerugian
yang didapatkan siswa semakin lama/menetap perubahan perilakunya. Umpan balik
ini mempengaruhi motivasi belajar siswa. Perubahan perilaku yang memberikan
makna positif meningkatkan motivasi
siswa untuk belajar.
Oleh
karena ciri belajar menurut teori ini terlihat dalam perubahan perilaku, maka
tujuan belajar dirumuskan secara jelas, spesifik, dan terukur. Ciri tujuan
belajar
menurut teori ini menyebutkan pelaku yang
belajar (audience), perilaku yang dikehendaki (behaviour), dalam kondisi
seperti apa (condition), kualitas perilaku yang dikehendaki (degree). Urutan
ciri tersebut dapat bervariasi, tidak selalu ABCD. Berikut ini adalah contoh
rumusan tujuan belajar berdasarkan teori behaviorisme.
a.
Sesudah
mempelajari pokok bahasan ini (C), siswa (A) dapat menyebutkan nama-nama ibu
kota provinsi di Indonesia (B) dengan
tepat (D).
b.
Siswa (A) dapat menggunakan program excel (B) tanpa
salah (D) setelah mempelajari petunjuk yang diberikan (C) .
c.
Setelah
membaca cerita berikut (C), siswa (A) akan membuang sampah di tempat yang
disediakan (B) secara benar (D).
2.
Kongnitivisme
Berbeda
dengan teori belajar behaviorisme, teori belajar kongnitivisme menganggap bahwa proses belajar akan terjadi
apabila disesuaikan dengan tingkat
perkembangan fisik dan mental yang
belajar. Oleh karena itu, ahli teori ini membagi tahao perkembangan itu dari
berbagai aspek. Jean Piagat membagi tahap perkembangan kongtif manusia
berdasarkan usia menjadi lima tahap, Lawrence Kholbreg membagi tingkat
perkembangan kongnitif moral manusia berdasarkan perkembangan moral menjadi
enam tahap tanpa mengaitkannya dengan usia, James Fowler membagi tahap
perkembangan manusia berdasarkan perkembangan keyakinan beragama tanpa
mengaitkannya dengan usia. Ahli teori kongnitivisme ini berpendapat bahwa
tingkat perkembangan manusia itu menentukan proses dan hasil belajar. Misalnya,
menurut teori Piagat, konsep-konsep abstrak tidak bisa dipahami oleh anak yang
baru berusia 4-7 tahun, karena taraf
berpikir anak dalam rentang usia itu baru pada tahap konsep-konsep
konkret. Anak memahami konsep abstrak pada usia 11-15.
Berbeda
dengan ahli teorikongnitivisme yang lainnya, LevVygotsky berpendapat bahwa
tingkat perkembangan kongnitif manusia berdasarkan usia seperti yang
dikemukakan Piagat atau berdasarkan kriteria lain, tidak bisa digunakan secara
kaku. Dikaitkan dengan proses belajar, ia berpendapat perlu menetapkan dua
tingkat perkembangan yang berbeda: tingkat perkembangan yang sebenarnya
(aktual) dan zona perkembangan proksimal (zone of proximal development, ZPD).
QTingkat perkembangan yang sebenarnya
adalah menurut usia tentu, tetapi anak
bisa mempelajari sesuatudi atastingkat perkembangan kongnitif berdasarkan usia
itu dengan bantuan orang lain atau lingkungan belajar. Wilayah perkembangan
kongnitif di atas tingkat perkembangan kongnitif berdasarkan usia itu, disebut
Vygotsky sebagai zone perkembangan proksimal (ZPD). Pendapat Vygotsky ini
disebut juga teori perkembangan sosial. Anak dapat belajar dengan berinteraksi
dengan sumber belajar yang berupa orang, pesan, bahan, alat, dan lingkungan.
Teori ini dianggap merupakan penghubung antara paham behaviorisme dan
kongnitivisme.
Teori
kongnitivisme menjelaskan bagaimana manusia belajar berdasarkan tingkat
perkembangan kongnitifnya. Walaupun terdapat perbedaan para ahli kongnitivisme
dalam menjelaskan manusia belajar, terdapat prinsip-prinsip yang
sama. Pertama, menurut teori ini ada
keterbatasan kemampuan manuasia belajar
sesuai dengan tingkat perkembangan
kongnitifnya. Kedua, bahan belajar yang disesuaikan dengan perkembangan
kongnitifnya akan membantu manusia belajar.
Teori
belajar kongnitivisme ini dapat dijadikan pedoman untuk pengembangan kurikulum
dan buku teks pelajaran yang diterapkan menyusun dan membuat urutan kompetensi
pada setiap mata pelajaran dengan memperhatikan tingkat perkembangan kongnitif
siswa sehingga memudahkannya dalam mempelajari dan memahaminya. Teori ini juga
membantu guru dalam menentukan, membuat urutan, dan penyajian materi pokok
sehingga memudahkan siswa memahaminya.
3.
Konstruktivisme
Aliran konstruktivisme tidak sependapat
dengan aliran behaviorisme yang menyatakan bahwa proses belajar terjadi secara
otomatis dan spontan. Juga aliran ini tidak menyetujui pendapat aliran
kongnitivisme yang mendasarkan belajar atas dasar perkembangan kongnitif.
Aliran konstruktivisme berpendapat bahwa belajar adalah bersifat aktif dan pengetahuan
diperoleh dengan membangun informasi yang diperoleh. Pengetahuan bukaan
diberikan dan diterima, tetapi dibangun secara aktif dan kontekstual. Orang
secara kreatif membangun atau
menciptakan pengetahuan baru tentang sesuatu dikaitkan dengan pengetahuan,
pengalaman sebelumnya, hipotesis atau asumsinya yang bersifat subjektif tentang
suatu fenomena yang bersifat objektif. Konstruktivisme merupakan filsafat
belajar yang didasarkan pada teori bahwa manusia refleksi atas pengalamannya.
Atas
landasan berpikir seperti yang telah diuraikan, konstruktivisme berpendapat
bahwa belajar adalah proses menggunakan dan menyesuaikan model berpikir
menanggapi pengalaman baru. Oleh karena it, dalam proses belajar, siswa perlu
berperan aktif dalam memperoleh pengalaman baru melalui komunikasi dan
interaksi atas pengalaman dan informasi
yang diperoleh untuk membangun atau menciptakan pengetahuan baru. Atas dasar
paradigma belajar yang demikian, maka
muncullah teori dan model belajar, seperti
discovery learning problem based
learning, experiential learning, contextual learning, cooperative learning, dan
colaborative learning.
Dalam
menanggapi pengalaman baru, orang menggunakan pengalamn dan pengetahun
sebelumnya serta menerapkan model berpikir yang dimilikinya. Dihubungkan dengan
proses belajar, pengetahuan yang sudah dimiliki memudahkan dalam memahami dan
menanggapi pengetahuan yang baru ddikaitkan dengan pengetahuan yang sudah
dimiliki. Dalam membangun pengetahuan baru diperlukan pengalamn langsung dalam
konteks sosial yang sesungguhnya (primary experience), pegalaman sekunder dengan menggunakan media lain,
seperti video dan simulasi (secondary experience), pengalaman dengan meningkat
kembali pengalaman nyata yang sudah lewat (recalling experience), dan pengalaan
yang direkayasa, seperti bermain peran simulasi (artificial experience)
(Jarvis, 2003: 54-57).
Model-model
belajar yang didasarkan pada aliran konstruktivisme memberikan kemampuan kepada
siswa mengidentifikasi informasi yang diperlukan, menentukan sumber informasi
yang relavan menjadi pengetetahuan baru
secara menyajikan sistematis dan logis. Kemampuan ini diperlukan tidak
hanya untuk belajar di sekolah, tetapi
terutama dalam memperhatikan di luar
lembaga pendidikan.
PENUTUP
A. Simpulan
Teori
belajar dapat berkembang dari masa kemasa. Sungguhpun demikian, berdasarkan
paradigma yang mendasarinya, teori belajar dapat di kelompokkan ke dalam aliran
behaviorisme, kongnitivisme, dan konstruktivisme. Ketiga aliran sependapat
bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku dan hasil belajar adanya
perubahan perilaku. Behaviorisme berpendapat bahwa perubahan belajar dapat di
lakukan secara otomatis dan apontan melalui mekanisme stimulus dan respons,
sedangkan kongnitivisme berpendapat bahwa perilaku berkaita dengan tahapan
perkembangan kognitif. Sementara itu,
konstruktivisme beranggapan bahwa
perubahan perilaku terjadi dengan adanya usaha aktif membentuk dan menunjukan perubahan perilaku
baru sebagai hasil atas perolehan
pengalaman dan pengetahuan yang, sudah
dimiliki sebelumnya.
DAFTAR FUSTAKA
http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar/
Sitepu,
Bintang P. 2012. Penulisan Buku Teks
Pelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Rafika Maunayulia
BalasHapusA1B115040 kelompok 5
Dewasa ini, pemerintah sudah memberlakukan kurikulum 2013 dimana pembelajarannya berpusat kepada siswa itu sendiri dan dalam pelaksanaannya, yang saya lihat, guru terlihat sekali canggung saat proses pembelajaran berlangsung. Malahan ada yang berpikiran bahwa di K13 ini para guru sama sekali tidak berperan dalam proses pembelajaran. Padahal seperti yang kita sudah pelajari sebelumnya bahwa K13 sama sekali tidak menghilangkan peran guru dalam proses pembelajaran. Hanya saja tugas guru menjadi lebih ringan karena dibantu oleh K13 yang menerapkan pendekatan scientific dimana pembelajarannya berpusat di siswa dan guru sebagai "teman" atau fasilitator saat berdiskusi. Menurut saudara, adakah cara kita sebagai calon pendidik muda untuk memperbaiki keada tersebut? Terimakasih
saya Debi Sugiawati (A1B115201)
Hapusakan menjawab pertanyaan dari saudari Rafika
guru supaya tidak canggung saat proses pembelajaran buatlah persiapan yang matang. gunakan metode yang menyenangkan untuk siswa, berikan yang terbaik. jangan meninggalkan kesan membuat siswa bosan dengan kehadiran kita. jadilah guru yang memang menjadi seorang pendidik bukan hanya menjadi pengajar saja.
*keadaan
BalasHapusAssalamualaikum wr.wb
BalasHapusSaya Devi Arianty (A1B115204)perwakilan dari kelompok 3
Yang ingin saya tanyakan disini adalah jika nanti kalian menjadi seorang pengajar maka dari 3 jenis teori pembelajaran tersebut yang mana yang akan lebih kalian terapkan agar suatu pembelajaran di kelas tersebut menjadi lebih efektif. Kemudian menurut kalian apakah menggunakan jenis teori pembelajaran itu saja sudah cukup dalam melaksanakan suatu pembelajaran di kelas?
Saya ikhwanudin abdillah akan menjawab pertanyaan dari devi arianty. Jika nanti saya menjadi seorang guru saya akan menggunakan teori kongnitivisme, karena menurut saya teori kongnitivisme itu sangat efektif di bandingkan teori yang lain, karena teori kongnitivisme mengajarkan kepada siswa agar lebih aktif secara mental untuk membangun struktur pengetahuannya.Dan menurut saya kita sebagai seorang guru alangkah baiknya tidak hanya menggunakan satu teori saja kadang2 hal yang kita yakini itu belum tentu dapat di pahami oleh seorang siswa jadi lebih baiknya kita juga harus bisa memahami teori-teori yang lain demi memperlancar proses belajar mengajar bagi para siswa itu sendiri.
HapusAssalamualaikum wr.wr saya Ridha Kusumawati (A1B115220) saya ingin bertanya,dalam teori kognitivisme dikatakan bahwa proses belajar di sesuaikan dengan perkembangan fisik dan mental individual,sedangkan perkembangan fisik dan mental setiap orang berbeda-beda ,bagaimana cara menyesuaikan proses belajar setiap orang yg berbeda-beda dengan teori kognitivisme tersebut?
BalasHapusSaya Muhammad Rafi
HapusIngin menjawab pertanyaan dari Ridha KusumawatiTeori kongnitivisme menjelaskan bagaimana manusia belajar berdasarkan tingkat perkembangan kongnitifnya. Walaupun terdapat perbedaan para ahli kongnitivisme dalam menjelaskan manusia belajar, terdapat prinsip-prinsip yang sama. Pertama, menurut teori ini ada keterbatasan kemampuan manuasia belajar
sesuai dengan tingkat perkembangan kongnitifnya. Kedua, bahan belajar yang disesuaikan dengan perkembangan kongnitifnya akan membantu manusia belajar.
Teori belajar kongnitivisme ini dapat dijadikan pedoman untuk pengembangan kurikulum dan buku teks pelajaran yang diterapkan menyusun dan membuat urutan kompetensi pada setiap mata pelajaran dengan memperhatikan tingkat perkembangan kongnitif siswa sehingga memudahkannya dalam mempelajari dan memahaminya. Teori ini juga membantu guru dalam menentukan, membuat urutan, dan penyajian materi pokok sehingga memudahkan siswa memahaminya.
Assalamu'alaikum. Nama saya Sriyanti (NIM : A1B115223) perwakilan kelompok 6, ingin bertanya bagaimana menurut kalian mengenai 3 aliran di atas? Dan apakah penerapan di sekolah sudah efektif
BalasHapusMenurut saya 3 aliran teori pembelajaran di atas sudah sangat baik untuk menunjang proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan. Karena, masing-masing dari teori tersebut sudah mempunyai fungsinya tersendiri agar dapat membantu para siswa dalam proses pembelajaran. Dan apakah ke tiga teori diatas sudah efektif, menurut saya belum.
Hapus